Liga Sepak Bola RMOL dan “Wajah Bangsa dalam Olahraga”

Liga Sepak Bola RMOL dan “Wajah Bangsa dalam Olahraga”

Boleh dibilang ini salah satu kepeduliannya terhadap nasib persepakbolaan nasional yang belakangan ini “mati angin” dan lebih banyak menuai kontroversi ketimbang prestasi.

Catatan: Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah/Anggota Dewan Pakar JMSI.

MATAHARITV | Jakarta — PULANG dari pemakaman Ketua Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra, di TMP Kalibata, Selasa 20 September lalu, saya ketemu Hendry Ch Bangun, di kantor PWI Jakarta.

Bang Hendry sudah lama saya kenal melalui karya-karya jurnalistiknya sejak akhir 1980-an.

Tatkala sempat jadi stringer di majalah olah raga Sportif, di bawah Redpel Antho Massardi dan Pimred Sondang Meliala, sekitar tahun 1990, saya diminta ikut pelatihan wartawan tenis yang digelar PB Pelti dan Pengurus SIWO (Seksi Wartawan Olahraga) di Puncak, Bogor, di situlah pertama saya melihat Bang Hendry yang waktu itu sudah beken di kalangan wartawan olahraga.

Pada masa itu Bang Hendry sudah termasuk dalam kelompok jurnalis senior, bersama wartawan olahraga lainnya, seperti Max Sopacua (TVRI), John Halmahera (Sinar Harapan), Sumohadi Marsis (Tabloid Bola), Mitra Alamsyah (Majalah Sportif), Dirun Martadireja (RRI), dan beberapa lainnya.

Saya waktu itu anak bawang dalam liputan olahraga, yang kemudian bergabung ke koran Merdeka, di bawah pimpinan BM Diah, yang berkantor di Jalan A.M Sangaji, Cideng, Jakarta Pusat.

Di periode ini saya masih tetap mondar-mandir ke kawasan Senayan, tapi bukan lagi ke PB Pelti dan Gedung Istora, melainkan ke Gedung DPR, karena di media cetak yang baru ini saya ditugaskan jadi wartawan politik.

Selain sepotong kisah ini sebenarnya saya tak punya cerita lain tentang sosok yang pernah jadi Wakil Ketua Dewan Pers ini. Namun dalam obrolan di kantor PWI Jakarta, Selasa siang itu, saya baru tahu ternyata Bang Hendry punya passion terhadap sejarah.

Beberapa tahun lalu ia menerbitkan buku berjudul “Wajah Bangsa dalam Olahraga: 100 Tahun Berita Olahraga Indonesia”.

Menulis buku yang berkaitan dengan profesi kewartawanan yang ditulis sendiri oleh wartawannya, menurut saya saat ini adalah suatu pekerjaan langka.

Buku seperti itu bermanfaat, selain sebagai legacy profesi dan dokumentasi, untuk kepentingan studi sejarah bisa digunakan sebagai sumber primer dalam proses heuristik (pengumpulan data), sebelum masuk ke tahap historiografi.

Sumbernya berasal dari Perpustakaan Nasional, berupa koran-koran lama seperti koran Sin Po yang mulai terbit sekitar tahun 1910-an. Kata Bang Hendry, perlu waktu sekitar enam bulan untuk menemukan dan mengumpulkan model pemberitaan berita-berita olahraga pada masa itu.

Termasuk laporan tentang keberadaan klub sepakbola yang pernah ada di Jakarta dan lapangan-lapangan terkenal untuk tempat bertanding kala itu, seperti Lapangan Petak Sian Kian, Lapangan Singa (Lapangan Banteng), Lapangan Hercules, hingga Lapangan Sepakbola VIJ (Voetbalbond Indonesia Jakarta), di wilayah Petojo, yang dibangun oleh Mohammad Husni Thamrin pada 1930-an.

Husni Thamrin yang dikenal sebagai nasionalis berciri beschermer (pelindung) di kalangan para tokoh pergerakan kemerdekaan, karena status sosial, intelektualitas, dan kemampuan finansialnya yang tinggi, juga mendirikan liga sepakbola untuk pertandingan klub-klub sepakbola yang ada di perkampungan Jakarta saat itu.

Seperti Cahaya Kwitang, Setiaki, Rukun Setia, Ster, Setia Utama, dan Gang Solitude.

Klub-klub yang belum memiliki perserikatan ini diwadahi oleh Thamrin untuk berkompetisi, sehingga tak kalah pamor dengan klub-klub sepak bola orang Belanda.

Berkat rintisannya ini beberapa literatur menyebut Husni Thamrin berperan dalam pembentukan PSSI dan memiliki pertalian sejarah dengan Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Koningen Wilhelmina School, Jakarta dan alumni Sekolah Teknik Hecklenburg, Hamburg, Jerman, yang merupakan ketua umum pertama sekaligus pendiri PSSI.

Entah kebetulan atau tidak, spirit dan inspirasi menumbuhkan liga sepak bola yang dilakukan Husni Thamrin dalam rangka menyemai bibit-bibit baru pesepak bola nasional dari wilayah Jakarta ini rupanya paralel dengan yang dilakukan oleh CEO Republik Merdeka Online (RMOL), Teguh Santosa, yang juga mendirikan Liga Sepak Bola RMOL, yang pesertanya merupakan klub-klub sepakbola di Jakarta.

Teguh Santosa yang Ketua Umum JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia) ini menyelenggarakan pertandingan Liga Sepakbola RMOL, 10 September hingga 29 Oktober, di GOR Soemantri Brodjonegoro dan Lapangan Sepak Bola Arcici, Cempaka Putih, Jakarta.

Boleh dibilang ini salah satu kepeduliannya terhadap nasib persepakbolaan nasional yang belakangan ini “mati angin” dan lebih banyak menuai kontroversi ketimbang prestasi.

Selebihnya menjadi salah satu bukti komitmennya terhadap kota dan warga Jakarta sebagai salah seorang tokoh muda yang hendak berlaga dalam kompetisi pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari provinsi DKI Jakarta, di Pemilu 2024 nanti. ***

TAGS
Share This