Perlu di Perhatikan Mudahnya Mendapatkan Dana Segar dari Pinjol

Perlu di Perhatikan Mudahnya Mendapatkan Dana Segar dari Pinjol

LITERASI keuangan dan perlindungan konsumen merupakan hal yang sangat krusial dan strategis.

Ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan sebesar 90 persen pada tahun 2024.

Indonesia memiliki potensi pasar fintech yang sangat besar, karena jumlah penduduk terbesar di dunia. Bahkan dari 270 juta jiwa, sebanyak 190 juta atau 71 persen merupakan penduduk usia produktif.

Sementara itu, jumlah pengguna ponsel di Indonesia saat ini melebihi jumlah penduduk. Artinya satu orang bisa mempunya 2-3 ponsel. Kemudian rata-rata penggunaan internet lebih dari 8 jam sehari  maka berbagai informasipun mudah di dapat.

Begitu pula terkait dengan masalah keuangan, di era digital saat ini memudahkan masyakarat untuk mendapatkan dana segar dari pinjaman, yang bisa disebut pinjaman secara online (Pinjol).

Maraknya Pinjol tersebut, menandakan bahwa kemudahan untuk mendapatkan dana segar itu sangat mudah. Mungkin yang membutuhkan hanya perlu menyiapkan KTP, NPWP serta mengisi Form.

Meski pinjol telah menjamur, namun tidak semua platform yang menyediakan layanan peminjaman uang itu memiliki legalitas yang jelas, sehingga si peminjam pun akan terjebak dengan tangihan yang bunganya terus bertambah.

Sehingga masyarakat terjerat hutang di pinjaman online alias pinjol ilegal, hal tersebut terjadi karena minimnya tingkat literasi keuangan masyarakat yang menggunakan jasa Pinjol.

Bahkan masyarakat yang terjerat hutang membengkak di pinjaman online ilegal karena tidak mengecek legalitas pemberi pinjaman tersebut di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Begitu pula OJK juga menyebutnya, sebagai Fintech Pendanaan Bersama ini sangat marak digunakan, karena menjadi produk yang mudah diterima dan digunakan oleh masyarakat.

Namun kondisi perkembangan digitalisasi mendorong lembaga keuangan untuk terus beradaptasi menghadirkan layanan keuangan digital lebih efisien, cepat, serta mengedepankan faktor keamanan dan perlindungan konsumen di tengah situasi saat ini.

Teknologi digital sudah memudahkan hidup anda serta menciptakan lifestyle, tetapi anda selalu dibayangi oleh risiko yang harus diwaspadai.

Bila diperhatikan dunia digital memiliki potensi kerawanan, karena memang ada gap antara tingkat inklusi dengan tingkat literasi.

“Berdasarkan survei tahun 2009 angkanya sekitar 76 persen (inklusi), sedangkan kalau literasi itu masih sekitar 30 persen. Artinya orang itu sudah pakai produk keuangan tetapi belum paham itu apa dan juga kegunaan atau benefitnya. Ujung-ujungnya lari ke OJK dalam hal penyelesaian sengketa antara nasabah dengan pelaku jasa keuangan,” ungkap Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi, baru-baru ini di Jakarta.

Anggota Dewan Komisioner OJK ini menegaskan OJK bersama Kementerian dan Lembaga akan terus memperkuat peran Satgas Waspada Investasi (SWI) dalam rangka memberantas pelaku-pelaku usaha keuangan ilegal.

“Hingga Juni 2022, SWI sudah menutup 1.100 penawaran investasi ilegal. Sedangkan untuk pinjol ilegal sudah kita tutup lebih dari 4.000 entitas,” tegasnya.

Maka ke depan, OJK bersama-sama pemangku kepentingan lainnya, akan terus berusaha mengoptimalkan penggunaan Fintech untuk meningkatkan keuangan inklusif.

Sementara itu empat inisiatif yang akan terus dilakukan oleh OJK, dimana OJK akan memperluas program literasi dan edukasi keuangan secara masif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Selanjutnya, pengembangan produk keuangan, produk inovatif pada teknologi mengedepankan keamanan dan awareness untuk masyarakat, dengan karakteristik mudah diakses, fleksibel, dan terjangkau harganya.

Kemudian penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen sebagai fondasi dasar dalam membangun industri keuangan yang kokoh, serta mengingat tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana dan pengelolaan investasi itu biasanya merupakan tindakan yang melintas jurisdiksi maka keberadaan SWI mutlak diperlukan dan bahkan diperkuat.

“Saya berpesan kepada ibu-ibu juga seluruh masyarakat untuk bijaksana dalam memilih perusahaan fintech peer to peer lending atau lembaga investasi yang telah memiliki izin resmi dari OJK,” ujarnya.

Friderica mengingatkan, kalau pinjam online harus ingat waktu kewajiban dalam mengembalikan.

Juga yang perlu diingat, pinjamlah sesuai dengan kebutuhan, jangan berlebihan. Gunakan pinjaman tersebut untuk kegiatan yang produktif dan memang perlu. Jangan untuk yang konsumtif, belanja dan sebagainya, pesan Friderica.

Mendukung Program Literasi

Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI)
Rina Apriana mengungkapkan, asosiasi akan terus mendukung program literasi sebagaimana yang terus digaungkan oleh OJK.

Saat ini anggota AFPI yang berjumlah 102 anggota dengan lisensi resmi OJK di bidang usaha produktif. Artinya anggota AFPI melayani UMKM baik individu maupun institusi dengan pendanaan multiguna baik secara konvensional maupun dengan konsep Syariah untuk tujuan produktif.

Rina menyebutkan, saat ini peran anggota AFPI secara jelas telah mendorong inklusi keuangan. Hal ini bisa dilihat dari sisi borrower atau peminjam itu sudah lebih dari 85 juta, sementara dari sisi juga lender atau yang pemilik dana telah mencapai 900 ratus ribu lebih.

Sedangkan agregat pinjaman sampai dengan Juni 2002 telah mencapai lebih dari Rp400 triliun, tingkat keberhasilan bayar lebih dari 97 persen.

“Jadi bagaimana fintech meningkatkan inklusi keuangan, tentunya ada beberapa peluang yang kita manfaatkan. Ada 186 juta individu produktif kemudian yang unbanked baik UMKM maupun yang individual itu 32 juta. Kemudian adanya gap penyaluran kredit UMKM nasional sebesar Rp1.650 triliun. Kita masuk mendukung inklusi keuangan dan literasi keuangan dengan teknologi, ketika bank tidak bisa menjangkau potensi itu,” papar Rina.

Mengalokasikan Pinjol

Head of Fundung ALAMI Gropu Muhammad Tiarso menjelaskan, peran membangun UMKM melalui teknologi oleh Fintech Syariah antara lain dengan mengalokasikan pinjol atau pembiayaan dalam perbankan syariah itu kedalam sektor-sektor yang produktif.

Hal tersebut menjadi peluang fintech Syariah menginta Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Maka tak heran dari sisi fashion, Indonesia menempati peringkat tiga, dari sisi makanan halal pada peringkat ke empat.

“Bagaimana kita masih berada di bawah negara tetangga kita Malaysia? Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa masuk ke dalam peringkat 3 besar dunia,” ungkapnya.

ALAMI sendiri telah mengakusisi salah satu BPR Syariah dan mengubahnya menajdi Hijrah Bank dan telah mencairkan pinjaman sebesar Rp1,6 triliun di 2021 dan di tahun ini telah menyalurkan sekitar Rp3,2 triliun dengan rata-rata pencairan setiap bulan senilai Rp300 miliar.

“Dengan pencapaian ini, kami mengajak masyarakat untuk memanfaatkan pinjaman yang legal. Karena kalau ilegal pastinya akan merugikan secara keekonomian,” imbuhnya.

Tiarso menyebutkan, ALAMI akan menambah 27 financial institusi untuk bekerjasama dalam mendanai proyek-proyek yang telah disiapkan.

“Saat ini yang sudah register itu ada lebih dari 100.000 di aplikasi kami, dan yang sudah aktif setiap bulannya mendanai itu ada sekitar 8000 sampai 10.000 orang. Jadi kami dalam support UMKM berbasis teknologi Insya Allah tidak kekurangan dana. Ada sekitar 16 lender korporasi yang siap mendanai,” ungkap Tiarso.

Tips Cerdas

Sementara itu, Head of Customer Relationship Management (CRM) Maucash, Lalavenya Sara, membeberkan tips cerdas dalam dalam memilih Fintech, apabila memang layanan keuangan berbasis digital ini dirasa sebagai solusi keuangan.

Langkah pertama adalah masyarakat terutama ibu-ibu, harus memastikan sebelum meminjam bahwa Fintech yang dituju itu adalah perusahaan yang terdaftar dan berlisensi OJK. Hal itu dapat diakses langsung pada website OJK.

Kedua, Sara menyebutkan, pinjamlah sesuai kebutuhan dan dijaga maksimal 30 persen dari penghasilan.

“Ini tujuannya supaya nanti pinjaman yang dicairkan itu dapat dibayarkan juga ketika sudah jatuh tempo. Jadi jangan meminjam lebih dari kemampuan kita.” ujarnya.

Ketiga lunasi cicilan tersebut tepat waktu. “Jadi misalnya jatuh tempo setiap tanggal 15, maka lunasi juga cicilannya sebelum tanggal 15 atau pada tanggal 15 untuk menghindari konsekuensi dan resiko kedepannya yaitu mengenai catatan kredit yang buruk,” ungkapnya.

Serta keempat, menghindari berutang dengan cara ‘gali lubang tutup lubang’. Sebab mengambil hutang untuk membayar hutang yang lain nantinya tidak akan sehat buat keuangan.

Kemudian yang terakhir kelima, ketahui bunga dan denda pinjaman di awal sebelum pinjaman.|Eka Ardimiyati

Share This