Bukan Orangnya Tapi Kelakuannya
Apa kita tega membiarkan organisasi kebanggaan kita terus terpuruk karena tindakan Pengurus Harian PWI Pusat yang keliru?
Oleh : Raja Parlindungan Pane
PERSELISIHAN pendapat antara Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indoesia (DK PWI) dengan Pengurus Harian (PH) PWI, terkait dengan pemilihan dan pelantikan Basril Basyar sebagai Ketua PWI Sumatera Barat (Sumbar) sudah banyak diketahui publik, khususnya mereka yang tergabung sebagai anggota PWI.
Dewan Kehormatan PWI sebelumnya menyebut Basril tidak berhak mengikuti pemilihan Ketua PWI Sumbar karena saat itu dia masih berstatus Pegawai Negeri Sipil yakni dosen di Universitas Andalas (Unand).
Keputusan itu diambil DK PWI sesuai dengan Pasal 16 ayat 2 Kode Perilaku Wartawan PWI yang disahkan di Kongres PWI Solo tahun 2018.
Namun Pengurus Harian PWI tetap bersikukuh dan menjalankan Konferprov PWI Sumbar dengan mengatakan Basril sudah mengundurkan diri kepada Dekan Fakultas Pertanian Unand pada enam bulan yang lalu. Hasilnya, Basril menang dan bisa meduduki jabatan sebagai Ketua PWI Sumbar.
Reaksi protes keras anggota PWI pun bermunculan. Pasalnya, ini adalah kali ketiga dia menjabat Ketua PWI Sumbar. Sementara statusnya masih sebagai ASN. Padahal PH PWI dalam rapat mengenai kasus ini ketika menunjuk PLT PWI Sumbar mengatakan bentuk berhenti adalah adanya keputusan dari Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN).
Lama tak dilantik, Basril lalu mensomasi Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari. Banyak yang bertanya apakah Atal tetap melantik Basril sebagai Ketua PWI Sumbar pasca gertakan sambal tersebut?
Atal rupanya tetap pada pendirian. Ia tidak menghiraukan apa yang terjadi di internal PWI dan kritikan dari berbagai kalangan, termasuk dari DK PWI. Ia tetap melantik Basril. Padahal somasi adalah hal biasa, tinggal dijawab saja dengan surat, tidak ada masalah. Bahkan boleh sampai tiga kali. Apakah sekecil itu nyali Ketum?
Atau sebenarnya itu hanya rekayasa alias persekongkolan agar ada alasan untuk melantik. Bahkan ada spekulasi ada Faktor X di balik itu? Ada udang di balik batu? Ada bau amisnya? Hanya Allah Swt yang tahu. Kita berserah diri padaNya karena apapun yang disembunyikan, pada waktunya akan terbuka. *
Yang jelas Dewan Kehormatan menjalankan amanat dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Kode Perilaku Wartawan PWI ketika membuat keputusan. Tidak ada motif lain. Tidak ada keinginan memojokkan institusi atau orang tertentu.
Pembiaran terhadap Basril terasa aneh karena sudah ada preseden sebelumnya, bahkan belum lama. Kasus Iptu Umbaran Wibowo, misalnya.
Ketum PWI Pusat menjalankan “perintah’ KPW PWI dengan memberhentikan anggota polisi yang belasan tahun menjadi anggota PWI dan bahkan memiliki sertifikat kompetensi, Iptu Umbaran Wibowo. Dia dipecat dan kartu kompetensinya dicabut Ketum PWI Pusat karena dia anggota polisi, aparat negara, yang di KPW PWI dinyatakan tidak boleh menjadi anggota PWI.
Lalu mengapa perlakuan Ketum PWI Pusat terhadap Umbaran dan Basril berbeda?
Bagi saya, Dewan Kehormatan hanya ingin menjaga marwah PWI, organisasi dengan jumlah anggota terbanyak yang tersebar di seluruh provinsi. Organisasi tertua yang didirikan orang-orang hebat seperti BM Diah, Sumanang, Parada Harahap, dll. Organisasi yang hari lahirnya dijadikan dasar menetapkan Hari Pers Nasional karena peran besarnya ikut berjuang bersama tokoh-tokoh bangsa mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Organisasi yang sebelum ini sangat disegani konstituen Dewan Pers, tetapi kini barangkali dipandang sebelah mata. Apa kita tega membiarkan organisasi kebanggaan kita terus terpuruk karena tindakan Pengurus Harian PWI Pusat yang keliru?
Kemelut ini bukan soal pribadi. Yang disorot adalah perilaku, tindakan yang melanggar aturan dalam organisasi PWI yaitu Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Kode Perilaku Wartawan. Apapun yang terjadi hubungan personal harus tetap baik, silaturahmi dijaga, tetapi kalau keliru tentu harus ditegur.
Kata supir Sodako Medan,” Janganlah kau benci aku, bencilah profesiku.” Supir itu ugal-ugalan karena mengejar setoran, jadi tindakannya itu yang harus kita tegur, bukan pribadinya. Barangkali saja dia begitu mungkin karena perlu uang untuk uang sekolah anak atau anaknya sedang dirawat di rumah sakit.
Jadi saudaraku para pengurus PWI Pusat maupun pengurus PWI Provinsi, lihat jugalah apa yang dilakukan Dewan Kehormatan sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap konsitusi, tugas yang harus dipikul karena kewajiban. Apa kata dunia kalau DK diam saja melihat ada pelanggaran yang terang benderang di depan mata?
Semoga PWI tetap jaya dan kita semua berperan menjaganya demi kehormatan organisasi yang kita cintai ini. Wassalam. **