Kawendra Dorong Regulasi Tegas terhadap Praktik Over Claim Produk/Jasa Tertentu

Jakarta, matahari.tv – Anggota Komisi VI DPR RI, Kawendra Lukistian menilai fenomena praktik over claim dalam promosi produk, terutama di era digital saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Pasalnya , banyak konsumen tertarik oleh promosi berlebihan yang tidak sesuai dengan kenyataan produk yang diterima, terlebih lagi menggunakan influencer.
“Kita lihat di lapangan, banyak sekali perusahaan melibatkan pihak ketiga seperti influencer untuk mempromosikan produknya, tapi sering kali mereka melakukan over claim. Akibatnya, konsumen tertarik luar biasa, namun begitu digunakan produknya tidak sesuai dengan yang disampaikan,” ujar Kawendra dalam kunjungan kerja Komisi VI DPR terkait RUU Perlindungan Konsumen di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/11).
Menurutnya, kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan tanpa adanya regulasi yang mengikat. Oleh karenanya Ia berharap revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Konsumen harus mampu menjawab fenomena tersebut dengan menyiapkan aturan yang proporsional dan berimbang, baik untuk pelaku usaha maupun pihak yang terlibat dalam promosi produk.
“Harus ada penyesuaian dan regulasi yang jelas. Jangan sampai korbannya hanya masyarakat saja, sementara pihak lain yang ikut mempromosikan tidak ikut bertanggung jawab. Kita perlu aturan yang berimbang agar perlindungan terhadap konsumen menjadi optimal,” tegasnya.
Pihaknya memaklumi bahwa dalam dunia bisnis, promosi memang menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan penjualan. Namun, menurutnya, promosi harus tetap dalam koridor etika dan kebenaran informasi.
“Kalau kita mau jujur, sejak dulu pengiklan selalu bilang produknya paling baik — bahkan seperti pepatah ‘kecap mana ada nomor dua’. Tapi ini perlu diatur. Karena kalau berlebihan, masyarakat bisa kecewa. Misalnya produk diklaim punya manfaat tertentu, ternyata hasilnya tidak sesuai atau bahkan menimbulkan efek lain. Itu tidak baik untuk ke depan,” paparnya
Oleh karenanya Politisi dari fraksi Partai Gerindra ini menilai pentingnya mencari titik temu antara kepentingan perusahaan untuk memasarkan produknya dan hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
“Kita harus cari formula terbaik agar regulasi ini proporsional. Jangan sampai promosi menyesatkan terus terjadi dan masyarakat yang akhirnya dirugikan ,” jelasnya.
Dengan kata lain seluruh proses pembahasan revisi RUU Perlindungan Konsumen ini adalah melindungi masyarakat sebagai konsumen agar tidak lagi menjadi korban dari promosi berlebihan atau informasi yang menyesatkan. Termasuk melindungi masyarakat dari produk atau jasa yang tidak sesuai mutu dan kualitasnya.
Dalam pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah, para akademisi atau pakar di bidang hukum, serta berbagai pihak terkait lainnya, Kawendra menegaskan penguatan lembaga pengawas seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menjadi kunci penting untuk memastikan penegakan hukum di lapangan.
Bahkan pihaknya berharap ke depan BPKN dapat berdiri sebagai lembaga independent di luar Kementerian Perdagangan. Hal itu semata agar BPKN (termasuk BPK daerah) memiliki kewenangan lebih kuat dan tidak bergantung pada Kementerian Perdagangan lagi.
“Saya apresiasi kinerja BPKN sejauh ini, tapi kita perlu dorong agar lembaga ini bisa lebih optimal. Ke depan, akan lebih baik jika BPKN bisa berdiri sendiri, menjadi lembaga yang kuat, independen, dan mampu melakukan enforcement terhadap pelanggaran perlindungan konsumen,” ujarnya.
Ia menambahkan, penguatan kelembagaan ini juga perlu diikuti dengan sinergi bersama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) agar penanganan aduan masyarakat bisa dilakukan secara cepat dan efektif.
“Kalau BPKN dan BPSK bisa dikoordinasikan dengan baik, penyelesaian kasusnya akan lebih cepat, tidak bertele-tele,” imbuhnya.
