Perangi ‘Cinta Semu’ dan Pernikahan Dini, DP2PA dan SMA 1 Samarinda Gencarkan Edukasi Risiko

Perangi ‘Cinta Semu’ dan Pernikahan Dini, DP2PA dan SMA 1 Samarinda Gencarkan Edukasi Risiko

Samarinda, matahari.tv — Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional ke-41, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda bekerja sama dengan SMA Negeri 1 Samarinda menggelar kegiatan edukatif bertema “Pencegahan Perkawinan Usia Anak dan Kekerasan terhadap Anak dan Remaja”, Selasa (30/7/2025).

Kegiatan yang menyasar ratusan siswa ini menghadirkan sejumlah narasumber dari kalangan profesional dan anak muda untuk menyuarakan pentingnya menjaga kesehatan mental, relasi yang sehat, serta ketegasan dalam menolak kekerasan dan tekanan sosial yang sering mengarah pada pernikahan dini.

Sekolah sebagai Zona Aman

Ali Mursid, M.Pd, Wakil Kepala Bidang Humas SMA Negeri 1 Samarinda, membuka kegiatan dengan menegaskan bahwa sekolah harus menjadi zona aman yang menjauhkan peserta didik dari kekerasan, perundungan, dan tekanan yang merusak pertumbuhan mereka.

“Apa yang belum diketahui, bisa langsung ditanyakan. Tidak boleh ada lagi kekerasan atau bullying di sekolah ini. Kita ingin lingkungan yang saling mendukung, bukan saling menjatuhkan,” ucapnya di hadapan para siswa.

DP2PA: Jangan Biarkan Anak Memikul Risiko Sendiri

Kepala Dinas DP2PA Kota Samarinda, Dr. Ibnu Araby, M.M.Pd, yang berhalangan hadir, diwakili oleh Kepala Bidang Perlindungan Perempuan, Awe Ului, S.KM., M.Kes. Dalam pemaparannya, Awe menekankan bahwa remaja sangat rentan karena berada dalam fase mencari jati diri, sering merasa lebih dewasa dari yang sebenarnya, dan kerap menolak campur tangan orang tua.

“Mereka merasa bisa ambil keputusan sendiri, padahal secara psikologis belum cukup matang. Orang tua dianggap mengganggu, padahal justru sedang berusaha melindungi,” ungkap Awe.

Ia menambahkan bahwa berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), masih ditemukan kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah di Samarinda. Hal ini menjadi alarm penting bahwa pendekatan edukasi dan komunikasi terbuka antara anak, sekolah, dan keluarga harus terus diperkuat.

Suara Anak: Perundungan Harus Dihentikan

Perwakilan Forum Anak Nasional Kalimantan Timur, Ayunda Tabina, turut menyuarakan bahaya perundungan dalam berbagai bentuk. Ia menekankan bahwa bullying tidak selalu terjadi secara fisik. Bentuknya bisa berupa komentar menyakitkan di media sosial, pengucilan sosial, hingga sindiran yang terus-menerus melemahkan mental korban.

“Kita harus sadar bahwa ucapan dan tindakan kecil bisa berdampak besar. Jangan sampai kita tanpa sadar justru menjadi pelaku,” tegas Ayunda kepada sesama pelajar.

Endro: Cinta yang Sejati Selalu Membawa Tanggung Jawab

Sesi yang paling menyita perhatian adalah ketika Endro S. Efendi, S.E., M.Sos., C.Ht., C.T., C.P.S., praktisi hipnoterapi klinis dan Direktur Semesta Academy, membawakan materi bertajuk “Pikiran Sehat, Masa Depan Hebat.”

Endro menjelaskan bahwa cinta di usia remaja sering kali membingungkan dan menipu, karena muncul bersamaan dengan gejolak hormon dan emosi yang belum stabil. Ia menyampaikan bahwa banyak remaja terlalu cepat percaya pada seseorang yang hanya memberi rasa nyaman dan penuh semangat, tapi tidak menunjukkan komitmen yang nyata.

Mengutip teori cinta dari psikolog ternama Robert J. Sternberg, ia menjelaskan bahwa cinta yang sejati selalu hadir dalam keseimbangan antara kedekatan emosional, hasrat, dan komitmen. Jika hanya ada gairah atau kata-kata manis tanpa adanya tanggung jawab dan ketulusan untuk menjaga, maka itu bukan cinta sejati—dan pada akhirnya hanya akan melukai.

“Jangan percaya pada cinta yang hanya hadir saat senang, tapi hilang saat diminta bertanggung jawab. Cinta yang tidak membawa tanggung jawab hanya akan menjerumuskan,” jelasnya.

Ia mengajak siswa untuk mengenali potensi diri, mengelola emosi, serta memperkuat komunikasi dengan guru dan orang tua sebagai benteng utama menghadapi tekanan sosial dan godaan relasi yang belum sehat.

Pelajar Jadi Pelopor dan Pelapor

Kegiatan ditutup dengan pembacaan komitmen bersama dari para peserta untuk menjadi pelopor dan pelapor dalam mencegah kekerasan, perundungan, dan pernikahan usia anak. Para siswa diajak untuk berani menjaga masa depan dengan pikiran yang sehat, keputusan yang bijak, dan relasi yang bertanggung jawab.

“Remaja bukan sekadar masa pencarian jati diri. Ini masa menentukan masa depan. Dan masa depan dimulai dari cara berpikir yang sehat,” pungkas Endro.

TAGS
Share This

COMMENTS