“Sebuah Jaket Berlumuran Darah” dan Wetland Square pun bergelora, Catatan A. R. Loebis

“Sebuah Jaket Berlumuran Darah” dan Wetland Square pun bergelora, Catatan A. R. Loebis

JAKARTA, Matahari.tv — Wetland Square di Banjarmasin menjadi saksi bisu kehadiran para penyair tangguh seperti Taufik Ismail, Sutardi Calzoum Bachri, Toto Sudarto Bachtiar dan Chairil Anwar dan beberapa lainnya, pada Jumat 7/2-2025).

Mereka hadir pada acara HPN ke-79 itu bukan secara fisik, melainkan melalui buah karya fenomenal mereka yang dibacakan para wartawan penyair, yang mengikuti lomba baca puisi memeriahkan hari pers sekali setahun itu.
Sebanyak 25 wartawan dari Jakarta, Jambi dan tuan rumah Banjarmasin, tampil dengan gaya masing-masing, menyebabkan wetland Square tempat acara diadakan, menjadi bergelora.

Penonton menyaksikan dengan antusias dari dekat dan dari kejauhan. Bangku-bangku berderet di pelataran panggung dipenuhi penonton dan peserta lomba yang menunggu giliran dipanggil.
Ketum PWI Pusat Hendry CH Bangun dan ketua Panpel Raja Parlindungan Pane, masing-masing memberikan kata sambutan dan membuka acara, dengan senada menyebutkan acara lomba baca puisi itu memiliki makna khusus dalam rangkaian acara di HPN 2025.
“Ini menjadi acara khusus dalam HPN sejak kita adakan di HPN sebelumnya di Ancol Jakarta. Ini ajang silaturahmi sekaligus curhat melalui puisi.

Wartawan harus bisa menulis, tapi tidak semua bisa menulis puisi. Banyak wartawan bisa menulis puisi, tapi tidak semua dapat membacanya. Karena ini butuh teknik dan penghayatan,” kata Hendry, yang juga penulis puisi.

“Semoga banyak lahir wartawan penyair. Saya suka dan kagum dengan wartawan yang mampu menulis puisi, apalagi membacanya,” tutur Raja, yang mendambakan suatu saat PWI dapat menyelenggarakan acara wartawan baca puisi di TIM Jakarta.

Malam mulai beringsut, hembus angin mulai mengencang, jarum jam menunjukkan 20.15 Wita dan kami tiga juri: saya, Djunaedi Tjunti Agus dan Benny Benke, mulai bekerja. Ada meja khusus untuk kami sehingga leluasa mengamati para peserta lomba.

Kami sudah membahas kriteria lomba dalam tiga kolom penilaian, yaitu dari sisi Penampilan, Teknik membaca dan Penghayatan. dari tiga kriteria itu, dibagi lagi dalam beberapa hal, misalnya, dari sisi teknik dibagi atas intonasi, diksi, tempo, artikulasi, pelafalan dan penggunaan teknik suara perut.

Dari sisi penampilan, mulai dari cara peserta masuk panggung, interaksinya dengan audiens, kontak mata, gerak tubuh (body movements) dan property.
Kriteria penghayatan, sejauh mana pembaca puisi mampu berinteraksi dengan penulis puisi melalui konten dan tema puisi, kemudian menyampaikannya kepada penonton, kata demi kata, frasa demi frasa dan kalimat demi kalimat. Sampai akhirnya menilai sejauh mana pesan moral dalam puisi sampai dan dimengerti para penonton.

Akhirnya enam besar peserta lomba terpilih dan maju ke putaran kedua. Mereka kembali membacakan puisi pilihan mereka dan ketiga juri kembali melihat, mendengar dan menghayati sejauh mana puisi dan cara baca mereka, apakah mampu menyentuh relung hati atau hanya sekadar membaca, belum mampu memberikan makna dan arti.

Juri berkumpul lima menit untuk menjumlahkan nilai masing-masing, sampai akhirnya diperoleh pemenang pertama, kedua dan ketiga, serta tiga peserta juara harapan.

Inilah urutan pemenangnya: M. Roni (Emroni) dari Radio Suara Banjar menempati urutan pertama, membawakan puisi karya Taufik Ismail dengan judul Sebuah Jaket Berlumuran Darah.
Urutan kedua ditempati Suroto dari Newsway.id yang membaca puisi Sutardji Calzoum Bachri dengan judul Jembatan dan juara ketiga ditempati Rini Muliana dari TVRI Kalsel dengan bacaan puisi karya Chairil Anwar berjudul Diponegoro.
Pembaca puisi harapan adalah Ratna Sari Dewi dari TVRI Kalsel dengan bacaan puisi berjudul Elegi 10 November, Herwan dari Prime TV dan Agus Suprapto dari kanal.kalimantan.com membacakan Kembalikan Indonesia Kepadaku karya Taufik Ismail. Para pemenang memperoleh hadiah total uang Rp15 juta.
Malam semakin tinggi, waktu menunjukkan pukul 22. 45 Wita, acara lomba baca puisi pun berakhir.

Keesokan malamnya pada acara gala dinner di kediaman Gubernur, H. Muhidin, Menteri Kebudayaan Fadli Zon berkenan bertemu muka dengan para pemenang sembari menyerahkan hadiah.

Siapa para pemenang itu?
Juara pertama yang Bernama Emroni (M. Roni), yang tampil dengan kostum tentara masa doeloe, lansir media setempat, nama panggungnya adalah Ronny Lattar.

Ronny kesehariannya bekerja di Radio Suara Banjar (RSB) di bawah naungan Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian (DKISP) Kabupaten Banjar.

Ia mengaku menghadapi lomba di depan publik itu, ia tidak ada persiapan khusus.
“Alhamdulillah hasilnya seperti ini. Persiapan khusus tidak ada, tapi empat hari latihan pasca mendaftar saya rasa cukup. Kadang di kantor latihan usai kerja, dibantu teman-teman jurnalis lainnya, teman-teman banyak berikan masukan ke saya,” kata peraih 19 kali juara lomba yang sama tingkat Kabupaten Banjar dan 4 kali juara umum tingkat Provinsi Kalimantan Selatan.

Ronny mengatakan, ia tertarik mengikuti lomba, selain berpartisipasi memeriahkan HPN ia juga merasa tertantang lantaran dewan juri yang dihadirkan panitia adalah juri berkompeten dan belum pernah berjumpa ketika ikut lomba.

“Luar biasa panitia bisa mendatangkan dewan juri berkelas, mereka sangat berkompeten dan bukan kaleng-kaleng, itu yang membuat saya tertantang. Apalagi peserta dari list juga ada teman-teman jurnalis asal Jakarta, Jambi dan Sumatera Utara, pasti seru,” tuturnya.

“Mereka Berkata // Semuanya berkata // LANJUTKAN PERJUANGAN//. Itu diteriakkan Ronny ketika menutup puisi karya Taufik Ismail, Sebuah Jaket Berlumuran Darah.
Juara kedua siapa? Suroto namanya, ia adalah redaktur Media Online newsway.co.id, Suroto, akrab disapa dengan panggilan Isuur.
“Saya gembira bisa ikut lomba apalagi dapat hasil juara kedua dan dapat hadiah uang,” kata Isurr, lulusan ISI Yogyakarta.
Suroto mengawali bacaannya dengan kalimat : //Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung air mata bangsa // Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi // Dalam ewuh pakewuh // Dalam isyarat dan kilah tanpa makna // (Sutardji Calzoum Bachri – Jembatan).

Rini Muliana Ichsan dari TVRI Kalsel, menempati urutan ketiga pada lomba baca puisi itu. Penyair wanita ini memiliki segudang profesi, di antaranya sebagai jurnalis, moderator, MC, presenter dan public speaker.
“Maju / Serbu, /Serang / Terjang,” kata Rini ketika mengakhiri membaca pusi Diponegoro karya Chairil Anwar.
Akhirnya, seperti kata Taufik Ismail: //Semua kita berkata: // LANJUTKAN PERJUANGAN//.

TAGS
Share This